SEJARAH DESA KALITENGAH
KABUPATEN CIREBON
Pada kisaran abad XV disebuah wilayah yang termasuk kedalam wewengkon Ki Buyut Trusmi datanglah serombongan dari Demak untuk menyebarkan Islam . Rombongan itu di damping oleh seorang wanita yang berparas ayu sebagai ulama. Yang pertama kali mereka lakukan membuat Masjid sebagai sarana peribadatan, juga symbol dimulainya Syiar Islam diwilayah tersebut.
Tak lama Masjid pun berdiri, Sebagaimana umumnya di Nusantara masjid tersebut dilengkapi Bedug namun yang uniknya bedug itu tidak menggantung pada dua tali sebagai bedug dimasjid lain, melainkan pada satu tali persis ditengah tengah badan bedug.
Atas dasar keunikan tersebut masjid itu diberi nama Masjid Talitengah, sedangkan wanita ulama itupun diberi nama Nyi Gede Talitengah alias Nyi Mas Ayu Danawati, seiring perjalanan waktu nama Talitengah berubah perfalannya menjadi Kalitengah.
Sampai saat ini keberadaan bedug masih dilestarikan, kira kira tahun 1950 — 1960 an Masjid dalam perbaikan.
Nyi Gede Kalitengah selain seorang ulama, iapun dikenal sakti dan pintar membuat kue seperti wanita pada umumnya.
Ia pandai membuat kue caro ( caro- sejenis kue apem, Suatu ketika ia membuat kue caro, tanpa disadari kayu bakar untuk menyalakan tungku telah habis, sedangkan persediaan menipis , Maka tanpa ragu ia menyulurkan kakinya sendiri sebgai pengganti kayu bakar, hingga memasak kue caro pun dapat ia lanjutkan sampai tuntas.
Pada pertengahan tahun 1990 — an pernah suatu malam seorang penduduk Kalitengah yang berprofesi pedagang di pasar berjalan melintasi jembatan perbatasan dengan Kalibaru hasil pemekaran Desa Kalitengah, Ia bejalan tergesa gesa karena telat bangun, Di sisi jembatan ia melihat seorang wanita muda berparas cantik sedang asyik membuat kue caro. Dalam kekalutannya karena merasa terlambat, ia terheran baru kali ini ada seorang penjual caro disisi jembatan itu, dan penjualnya sendiri tidaklah ia kenal sama sekali . Semula ia tidak begitu menghiraukannya, namun setelah melampaui beberapa langkah ia pun penasaran, kemudian menoleh kebelakang, namun penjual caro tersebut menghilang entah kemana . Maka tersebarlah kabar yang diyakini oleh masyarakat setempat bahwa pedagang yang telat berangkat kepasar itu telah melihat sosok dari Nyi Gede Talitengah atau Nyi Gede Kalitengah.
Menurut suatu riwayat, hingga akhir hayatnya Nyai Gede Kalitengah tidak menikah , oleh sebab itu ia tidak memiliki keturunan, walau banyak yang ingin meminangnya. Ada kemungkinan yang sangat kuat salah seorang dari pelamar tersebut adalah penguasa Trusmi (entah Kibuyut Trusmi atau Ki Gede Trusmi tidak begitu jelas ). Hal itu bisa kita lihat dari sebuah acara tradisi tahunan yang dilakukan oleh penduduk Desa Trusmi yang disebut Nglamar Nyi Gede Kalitengah. Acara tersebut dilaksanakan persis sehari setelah acara selawean atau puncak Mauludan Trusmi, jadi pada malam 26 maulud Acaranya berupa arak arakan yang rutenya berawal dari Masjid Kramat Buyut Trusmi dan berakhir di Masjid Kalitengah.
Sedangkan yang diarak wini (benih padi) yang sudah berumur ratusan tahun dan pendil (guci tembikar) peninggalan dari Ki Buyut Trusmi.
Acara adat Nglamar Nyi Gede Kalitengah kini telah hilang sejak akhir tahun 1960-an, Tidak jelas mengapa acara ini dihapuskan dari agenda tahunan Desa Trusmi.
Nyi Gede Kalitengah ketika wafat dikuburkan di komplek para gegeden di Astana Gunung Sembung, dan setiap bulan Syawal penduduk Desa Kalitengah menziarahi kuburan leluhurnya sebagai ungkapan terima kasih atas jasa-jasa beliau. Hingga sekarang masih ada penduduk Desa Kalitengah yang berjalan kaki ke Gunung Jati untuk melakukan acara Syawalan atau yang dinamakan grebeg syawal.